NANOEMULSI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis Phaniculata, burn Ness) & MENIRAN (Pylanthus Nirusi) Sebagai antidiabestes - Falcon NANOEMULSI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis Phaniculata, burn Ness) & MENIRAN (Pylanthus Nirusi) Sebagai antidiabestes

NANOEMULSI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis Phaniculata, burn Ness) & MENIRAN (Pylanthus Nirusi) Sebagai antidiabestes


Ini adalah tugas akhir saya waktu kuliah di farmasi tahun lalu. sengaja saya publikasikan latar belakang beserta rumusan masalah, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian agar mempermudah teman-teman memahami maksud dari penelitian ini. untuk hasil dan pembahasan teman-teman bisa buka di library http://library.ums.ac.id/  Semoga Bermanfaat ^^ 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 1985 ada sekitar 30 juta orang menderita diabetes di seluruh dunia, pada tahun 1995 jumlahnya meningkat menjadi 135 juta orang dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 217 juta orang. Dimungkinkan jumlah penderita diabetes akan terus meningkat sampai tahun 2030 (Wild et al., 2004).
Diabetes mellitus disebabkan karena rusaknya sel ß pankreas karena adanya kelainan pada metabolik yang mengakibatkan jumlah produksi insulin berkurang. Penyakit diabetes melitus dapat ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (hiperglikemia) (Himawan, 2009). Pengobatan diabetes yang kurang maksimal dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Selain itu terjadinya komplikasi tersebut dipengaruhi juga oleh faktor stres oksidatif akibat meningkatnya kadar glukosa darah. Stres oksidatif terbentuk melalui tiga jalur yaitu, gliserin protein nonenzimatik, jalur polio sorbitol (alkohol reduktor), dan auto oksidasi glukosa. Meskipun secara klinis belum menunjukkan hasil yang konsisten, tetapi menurut Setia (2005), antioksidan mempunyai peran terhadap ketiga jalur tersebut.
Saat ini pengobatan penyakit DM masih menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan. Hal ini terutama karena obat oral antihiperglikemik sintetik yang ada belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan pada penderita dan memiliki berbagai efek samping. Oleh karena itu diperlukan terapi alternatif, salah satunya pengobatan tradisional menggunakan tanaman yang memiliki aktivitas dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata (Burm f.) Ness.) diketahui mempunyai aktivitas antidiabetes, sedangkan meniran berkhasiat sebagai antioksidan. Penelitian oleh Andriawan (2014), telah membuktikan bahwa sambiloto dapat menahan peningkatan kadar gula darah dengan cara menghambat enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang terdapat dalam brush border usus. Penelitian lain menyebutkan ekstrak sambiloto dapat mengurangi level glukosa darah dengan cara mencegah penurunan kadar leptin serum. Jumlah leptin yang sedikit dapat mendorong terjadinya diabetes hiperfagia (Zhang, 2000). Selain itu sambiloto mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Kumar et al., 2011). Penelitian oleh Amin (2012) menunjukkan bahwa, meniran mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Penelitian Giribabu (2014) menyebutkan bahwa, meniran mempunyai aktivitas antioksidan yaitu dapat mengurangi agregrasi kristal penyebab terjadinya batu ginjal pada tikus uji. Selain itu juga meniran mempunyai aktivitas sebagai penangkal radikal bebas, meningkatkan aktivitas enzim endogen dalam ginjal dan mengurangi pembentukan lipid peroksidasi.
Menurut Sari (2006), penggunaan ekstrak tanaman sebagai obat dinilai lebih aman dan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil, jika penggunaanya sesuai dengan aturan pemakaian. Disisi lain ekstrak tanaman mempunyai kekurangan salah satunya adalah absorbsi (Ajazuddin, 2010). Oleh karena itu pada penelitian ini ekstrak sambiloto dan meniran diformulasikan ke dalam sediaan nanoemulsi, karena dianggap mempunyai partikel yang kecil sehingga mampu memperbaiki absorbsi obat di dalam tubuh.
Nanoemulsi adalah emulsi yang mempunyai ukuran submikron (< 100 µm) (Koroleva, 2012), karena ukuran partikelnya yang kecil diharapkan mampu membawa obat terabsorbsi ke dalam jaringan tubuh secara maksimal. Penelitian yang dilakukan Xiaoyang (2012), menyebutkan bahwa pemberian sediaan nanoemulsi alginate atau chitosan secara oral mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus normal. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas antidiabetes nanoemulsi ekstrak sambiloto dan meniran (NESM) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan.

B.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah
1.        Bagaimanakah aktivitas antidiabetes kombinasi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata (Burn F.) NESS.) dan meniran Phyllanthus niruri, L.) yang dibuat dalam sediaan nanoemulsi?
2.        Bagaimanakah hasil uji aktivitas antidiabetes ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata (Burn F.) NESS.) dan meniran Phyllanthus niruri, L.) yang dibuat dalam sediaan nanoemulsi dibandingkan dengan bentuk ekstraknya?

C.      Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antidiabetes ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata (Burm F.) Ness.) dan meniran Phyllanthus niruri, L.) dengan sediaan nanoemulsi ekstrak sambiloto dan meniran pada tikus yang diinduksi aloksan.

D.      Tinjauan Pustaka

1.    Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang banyak terjadi pada penderita di seluruh dunia, gejalanya dapat ditandai dengan dengan meningkatnya kadar gula darah antara 110-140 mg/dL dalam keadaan puasa atau berkisar 140-200 mg/dL pada 2 jam setelah makan (Kumar, 2013).
Diabetes mellitus (DM) tipe I adalah penyakit yang terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang bertahun-tahun. Biasanya sudah terjadi sejak anak-anak atau awal remaja penyebabnya belum diketahui secara pasti. Gejala yang timbul pada DM tipe 1 seperti poliuria, polidisia dan polifagia. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes tipe 1 seperti melemahnya kekebalan tubuh yang dapat merusak sel-sel beta penghasil insulin pada pankreas, akibatnya pankreas tidak mampu memproduksi insulin untuk proses metabolisme. Untuk mencukupi kebutuhan insulin maka dilakukan suplai insulin dari luar, biasanya diberikan secara injeksi, karena jika diberikan secara oral insulin akan rusak oleh asam-asam di lambung. Pada diabetes tipe I dapat ditandai dengan terjadinya penurunan berat badan, sering kencing dan badan lemah. Jika pemberian insulin tidak segera dilakukan maka dapat mengakibatkan ketoasidosi (Hartini, 2009).
Diabetes mellitus (DM) tipe 2 biasanya terjadi pada usia lanjut yang didahului dengan keadaan sakit atau stres. DM tipe 2 disebabkan karena 2 faktor yaitu, resistensi insulin, resistensi insulin adalah penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin (1), dan kemampuan sel beta dalam mensekresi insulin mengalami penurunan (2). Selain itu juga gaya hidup tidak teratur yang tidak diimbangi olahraga juga dapat menimbulkan kelebihan berat badan, kelebihan nutrisi dan obesitas, yang dalam jangka panjang juga akan menimbulkan terjadinya diabetes tipe 2. Berat badan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya diabetes tipe 2, dengan menurunkan berat badan ±20 kg mampu sedikit menghilangkan diabetes. Selain itu penurunan berat badan dan olahraga juga dapat memperbaiki faktor CVD seperti tekanan darah, profil lemak aterogenik dan memperbaiki komplikasi lain yang diakibatkan obesitas (Nathan, 2009).
Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes yang terjadi pada 7% ibu hamil yang diketahui sebagai keadaan intoleransi terhadap glukosa pada awal masa kehamilan (Dipiro et al., 2008).

2.    Aloksan
a.    Definisi dan mekanisme
2,4,5,6-pyrimidinetetrone atau yang sering disebut senyawa aloksan merupakan hasil kondensasi dari satu molekul urea dengan satu molekul mesooksalat. Aloksan digunakan untuk menaikkan kadar gula darah pada hewan uji. Pemberianya dapat dilakukan secara intraperitonial (i.p), intravena (i.v), parenteral dan subkutan. Dosis yang dibutuhkan tergantung dengan jenis hewan yang akan digunakan, rute pemberian dan keadaan gizi (Szkudelski, 2001). Untuk menjadikan kondisi diabetes pada hewan uji, aloksan diserap oleh sel β pankreas, di dalam sel β pankreas aloksan dibawa menuju sitosol oleh glukosa transporter GLUT 2 yang nantinya akan mengalami reaksi redoks dan menghasilkan Reaktive Oxygen Species (ROS). ROS yang terbentuk akan mendepolarisasi membran sel dan meningkatkan Ca+, hal tersebut mendorong sitosol untuk mengaktivasi enzim-enzim penyebab terjadinya peroksidasi lipid, fragmentasi DNA dan fragmentasi protein. Akibatnya terjadi pada sel β pankreas yang berdampak pada penurunan sintesis dan sekresi insulin (Lenzen, 2008). Struktur kimia aloksan dapat dilihat pada gambar 1.


                     
Gambar 1.  2,4,5,6-pyrimidinetetrone (Lenzen, 2008).

3.    Sambiloto (Andrographis paniculata (Burn F.) Ness.)
Sambiloto memiliki nama latin (Andrographis paniculata (Burn F.) Ness.). Sambiloto adalah tanaman asli India. seiring berjalannya waktu kini tanaman tersebut banyak dijumpai di negara-negara lain terutama di Asia Tenggara. Di Indonesia, Andrographis mempunyai banyak sebutan, di Jawa Tengah dan Jawa Timur Andrographis dikenal dengan sebutan bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo, paitan, dan sambiloto (Widyawati, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tanaman sambiloto mempunyai aktivitas biologis karena mengandung senyawa-senyawa kimia yang dimilikinnya. Senyawa aktif sambiloto yang mempunyai efek sebagai antidiabetes adalah andrografolid.  Menurut penelitian Ling (2009), sambiloto dapat digunakan untuk antidiabetes, antibakteri, antiplatelet, antioksidan, antiprotozoal, antiviral, kardioprotektif, hepatoprotektif, hipotensif, immunomodulator, antikanker dan antifungal. Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman seperti diterpen, laktone dan flavonoid (Ratnani et al., 2012). Pada penelitian Yulinah (2001), menyebutkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dengan dosis 2,1 dan 2,8 g/kgBB mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi aloksan sebesar 92,3 ± 15,4 dan 82,9 ± 26,9 mg/dL.

4.    Meniran (Phyllanthus niruri, L.)
Meniran mempunyai nama latin (Phyllanthus niruri, L). Tanaman ini mempunyai beberapa sebutan lain di Indonesia, misalnya di Maluku meniran dikenal dengan sebutan gosau ma dungi, di Ternate dikenal dengan sebutan gosau ma dungi ropriha. Sedangkan di Jawa meniran dikenal dengan sebutan meniran merah, meniran ijo, memeniran (Sunda), meniran (Jawa) (Dalimartha, 2008). Penelitian Okoli (2011), menyebutkan bahwa meniran dapat digunakan sebagai antidiabetes yaitu mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi aloksan sebesar 45,25%. Penurunan kadar gula darah tersebut dipengaruhi adanya senyawa kimia yang terkandung seperti flavonoid, tanin, dan alkaloid. Selain itu ekstrak tanaman meniran mempunyai efek sebagai antioksidan, pemberian secara per oral (p.o) mampu menurunkan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) pada tikus hiperglikemia kronis. TBARS adalah senyawa penanda dari lipid peroksida (Jasmin, 2007).

5.    Nanoemulsi
a.    Definisi nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan suatu sistem pembawa obat yang digunakan untuk meningkatkan penghantaran obat dengan ukuran submikron (Koroleva & Yurtov, 2012) dan berdiameter 10 - 100 nm (Mcclements, 2011). Saat ini nanoemulsi mulai digunakan dalam industri makanan, kosmetik dan industri farmasi. Dalam bidang kesehatan khusunya farmasi, nanoemulsi mempunyai peran yang sangat baik sebagai sistem penghantaran obat, karena mempunyai keuntungan dapat meningkatkan bioavailabilitas zat yang lebih lipofilik dan stabilitas yang baik sehingga dalam penyimpanan yang lama sediaan nanoemulsi tetap stabil (David, 2011). Selain itu nanoemulsi juga mampu meningkatkan kecepatan absorbsi, menghilangkan variabilitas dalam penyerapan dan dapat digunakan untuk membawa obat yang bersifat hidrofilik dan lipofilik (Devarjan, 2011).
Penelitian mengenai nanoemulsi sebagai sistem penghantaran obat telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian oleh Nanjwade (2013), repaglinid dibuat dalam sediaan nanoemulsi untuk diuji efek antidiabetesnya pada tikus dibetes. Pada penelitiannya menyebutkan bahwa repalignid yang dibuat dalam sediaan nanoemulsi mempunyai stabilitas yang baik dan mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus diabetes. Penelitian lain tentang nanoemulsi juga telah dilakukan oleh Choudhary (2014), penelitiannya bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat eprosartan yang kurang larut dalam air. Dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa, eprosartan yang dibuat dalam sediaan nanoemulsi mempunyai peningkatan absorbsi dan bioavailabilitas dibandingkan dengan larutan suspensi biasa.

E.       Landasan Teori

Penelitian yang telah dilakukan Agustine (2014) menyebutkan bahwa tanaman sambiloto dapat menghambat kenaikan glukosa darah melalui pengendalian glukosa dan oksidasi, merestorasi atau memulihkan molekul sinyal insulin dalam hati dan mengurangi lipid serum. Penelitian sejenis oleh Yulinah (2001), menyebutkan bahwa ekstrak etanol sambiloto pada dosis 1,0 g/kgBB dan 2 g/kg BB secara bermakna (p = 0,05) mampu menurunkan kadar glukosa darah pada mencit yang diinduksi aloksan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dapat merangsang pelepasan insulin pada sel yang tidak rusak sempurna.
Meniran (Phyllanthus niruri, L.) diketahui mempunyai aktivitas antioksidan. Penelitian Giribabu (2014) menyebutkan bahwa meniran mempunyai aktivitas antioksidan yaitu dapat mengurangi jumlah hidrogen peroksid (H2O2) pada tikus diabetes. Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian oral ekstrak meniran dapat mengurangi thiobarbituric acid reactive substances (TBARS), yaitu suatu senyawa penanda dari lipid peroksida pada hiperglikemia kronis. Pada penderita diabetes, terdapat lipid peroksida yang akan membentuk superoksida dan menghasilkan stres oksidatif. Sehingga, jika TBARS di dalam tubuh jumlahnya menurun maka dapat disimpulkan pemberian ekstrak meniran mempunyai efek antioksidan (Bavarva, 2007).
Beberapa kendala dalam formulasi obat tradisional dalam bentuk ekstrak salah satunya sifat zat aktif yang mudah terdegradasi dalam saluran cerna seperti alkaloida, amida, fenol dan steroid. Selain itu, terdapat masalah lain dalam ekstrak tanaman seperti kelarutan rendah yang dapat mempengaruhi absorbsi dan bioavailabilitas di dalam tubuh.  
Formulasi ekstrak tanaman ke dalam bentuk nanoemulsi diyakini mampu menutupi kekurangan pada ekstrak tanaman, karena nanoemulsi mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat meningkatkan absorbsi, bioavailabilitas serta dapat menghilangkan variabilitas dalam proses penyerapan. Selain itu nanoemulsi juga dapat mengontrol pelepasan obat dan target obat (Chime, 2014).
Penelitian yang dilakukan Xiaoyang (2012), menyebutkan bahwa pemberian secara oral sediaan nanoemulsi insulin dosis 25 dan 50 IU/kg mampu menurunkan kadar gula darah tikus normal sebesar 60% dan 50%. Pada penelitian yang sama, pemberian sediaan nanoemulsi alginate atau chitosan secara oral mampu menurunkan kadar gula darah bila dibandingkan dengan insulin yang tidak diformulasikan dalam bentuk nanoemulsi. Pemberian insulin yang tidak dibuat dalam bentuk sediaan, tidak menunjukan adanya penurunan kadar gula darah pada tikus normal.

F.   Hipotesis
Sediaan nanoemulsi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata (Burm F.)Ness.) dan meniran (Phyllanthus niruri, L.) dapat menurunkan kadar gula darah tikus lebih baik dibandingkan dengan ekstrak.


0 Comment for "NANOEMULSI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis Phaniculata, burn Ness) & MENIRAN (Pylanthus Nirusi) Sebagai antidiabestes"

DESAIN BROSUR KESEHATAN GERATIS ADOBE ILLUSTRATOR

Buat edit brosur ini anda harus instal Adobe Illustrator terlebih dahulu ! DOWNLOAD GOOGLE DRIVE JIKA ANDA TIDAK ADA WAKTU UNTUK M...

Back To Top